Nama lengkap beliau adalah Abu Hatim Muhammad bin Hibban bin Ahmad bin Hibban bin Mu’adz bin Ma’bad bin sahid bin Hadyah bin Murah at Tamimi ad Darimi al Busti, al Imam al ’Allaamah al Hafidz al Mujawwid. Beliau dilahirkan sekitar tahun 274 hijriyah. Beliau wafat di Sijistan, tepatnya di daerah Busti, yaitu salah satu wilayah di Afganistan pada bulan Syawal tahun 354 hijriyah pada usia 80 tahun.
Dengan demikian, maka Imam Ibn Hibban ini hidup pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah periode kedua (232 -334 H). Pada masa ini disebut dengan periode pengaruh turki pertama. Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah. Pada masa ini, dinasti Abasiyah (132 – 656 H/ 750 - 1258 M) mulai mengalami kemunduran.[1] Imam Ibn Hibban wafat menjelang masuknya periode Buwaihi, yaitu masa dimana jabatan kekuasaan khalifah Abbasiyah secara de facto dipegang oleh bani Buwaihi.[2]Imam Ibn Hibban banyak melakukan perjalanan ilmiah untuk mendapatkan ilmu dari para ulama dijamannya secara langsung. Disebutkan bahwa beliau telah berguru kepada seribu guru. Diantara guru-guru beliau adalah Ja’far bin Ahmad di Damaskus, Abu Khalifah al-Fadlu bin Hubbab al-Jumahi di Basrah, Abu Abdurrahman an Nasai di Mesir, Imran bin Musa di Jurjan, Abu Ya’la Ahmad bin Ali di Mosul, Ibnu Khuzaimah di Naisabur dan masih banyak lagi yang lainnya.[3] Diantara kota-kota dan negeri yang pernah dikunjunginya antara lain Basrah, Mesir, Bagdad, Khurasan, Hijaz, Syam dan lain-lain. Beliau menguasai beberapa bidang ilmu, diantaranya fikih, bahasa, hadis, sejarah, ilmu perbintangan dan lain-lain. Dengan begitu banyaknya perjalanan ilmiah yang beliau lakukan serta para ulama yang beliau datangi, sudah cukup membuktikan bagaimana kecintaannya dan keseriusannya dalam menuntut ilmu.
Keluasan ilmunya bisa terlihat dari kitab-kitabnya yang beliau susun dari beberapa bidang keilmuan diantaranya ilmu bahasa, fikih, hadis dan juga nasihat-nasihat.[4] Dan diantara kitab yang beliau susun adalah at Tsiqat, al Majruhin minal Muhaditsin (kitab ilmu hadis), Sirah Nabawiyah wa akhbarul khulafa, Masyahiru ulama al amshar (sejarah), Raoudhatul uqala wa nuzhatul fudhala (akhlak).
[1] Ananda Yunia Nura Fraizilla, Elsa Fadhilatul Nikmah, and Debi
Setiawati, “Perkembangan Dan Keruntuhan Dinasti Abbasiyah,” Dewaruci: Jurnal
Studi Sejarah Dan Pengajarannya 1, no. 2 (2022): 29–36,
https://doi.org/10.572349/dewaruci.v1i2.196.
[2] Haidar Putra Daulay, Zaini Dahlan, and Yumita Anisa Putri,
“Peradaban Dan Pemikiran Islam Pada Masa Bani Abbasiyah,” Edu Society:
Jurnal Pendidikan, Ilmu Sosial Dan Pengabdian Kepada Masyarakat 1, no. 2
(2021): 228–44, https://doi.org/10.56832/edu.v1i2.63.
[3] Abu
Abdillah Muhammad bin Ahmad Dzahabi Adz, Siyaru ’Alamin Nubala (Maktabah
Syamilah, n.d.).Juz. 16. No.70.
[4] Ibnu Ash Shalah, Thabaqat Fuqahaus Syafi’iyyah (Maktabah
Syamilah, n.d.). Juz 1.
0 comments:
Posting Komentar