Cari Blog Ini

Sabtu, 31 Agustus 2024

Sistem Pendidikan masa Bani Umayah

Sistem Pendidikan yang berlangsung di masa kekhilafahan Bani Umayah secara garis besar ada 2 macam, yaitu pendidikan untuk anak-anak dan Pendidikan untuk orang dewasa.

1.      Kutab

Kutab ( كتّابjama’nya كتاتب ) adalah tempat belajar bagi anak-anak sampai menjelang dewasa. Menurut para sejarawan, Kutab sebenarnya sudah ada sebelum masa Nabi Muhammad x. Adapun kutab di masa sebelum diutusnya Rasul x letaknya berada di rumah-rumah orang yang mengajarnya. Setelah Nabi x diutus dan Islam mulai tersebar luas dimana masjid menjadi salah satu tempat yang punya peranan yang sangat penting dalam penyebaran ajaran Islam, maka kutab mulai beralih ke masjid, akan tetapi pembelajaran dilaksanakan di luar masjid. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesucian masjid.

Bagi orang tua yang memiliki anak usia lima tahun atau lebih, maka mereka akan mendaftarkannya ke kutab. Walaupun memang tidak ada ketentuan khusus terkait usia minimal atau maksimal untuk bisa masuk kutab. Tapi di kutab itu sendiri antara laki-laki dan perempuan dipisah.

Macam-macam kutab:

a.       Kutab untuk membaca dan menulis

b.      Kutab untuk mempelajari Alquran

Bagi kalangan pejabat atau keluarga khalifah, maka mereka tidak mengirimkan anak-anaknya ke kutab, tapi mengundang para guru untuk mengajarkan anak-anaknya ke istana atau ke rumah mereka. Salah satu contoh adalah apa yang dilakukan oleh orang tua Umar bin Abdul Aziz. Dia memilih seorang ulama yang bernama Solih bin Kaisan khusus untuk mendidik dan mengajarkan Umar bin Abdul Aziz tentang ilmu agama.[1]

2.      Masjid

Jika anak sudah menyelesaikan pelajaran di kutab, maka dia bisa memillih untuk melanjutkan atau tidak. Sistem pembelajaran untuk orang dewasa dilaksanakan di masjid. Maka masjid bukan sekedar untuk tempat melaksanakan solat lima waktu semata, bahkan lebih dari itu masjid menjadi pusat perkembangan peradaban Islam.

Ada juga tempat untuk mempelajari dan menerjemahkan buku-buku yang berasal dari Persia dan Yunani yang ketika itu sudah ditaklukan oleh kaum muslimin yang dinamakan baitul hikmah.[2] Tempat ini dibangun oleh khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan khusus untuk mengembangkan ilmu-ilmu yang sifatnya percobaan (sience). Maka masa Bani Umayyah merupakan masa awal yang membawa tradisi dalam lapangan pengetahuan dan wawasan kebudayaan dari negeri yang ditaklukannya ke dalam kaum muslimin, dan kebiasaan ini terus berlanjut pada masa Bani Abasiyyah dan seterusnya. 

Kurikulum Pembelajaran

Materi yang diajarkan terbagi menjadi 2 sesuai dengan tingkatannya. Untuk Pendidikan dasar yang dilaksanakan di kutab-kutab, materi yang diberikan adalah yang berkaitan dengan Alquran, dan lebih difokuskan dalam segi hafalannya, maka sering kita mendengar kisah para ulama terdahulu mereka sudah menyelesaikan hafalan Alquran dengan sempurna saat usia mereka belum mencapai 10 tahun. Selain itu ada juga materi membaca, menulis dan berhitung, yang merupakan materi dasar dalam pembelajaran. Selain diajarkan mata pelajaran keilmuan, di kutab juga diajarkan materi tentang adab, bahkan ini menjadi pelajaran utama, hingga madrasah itu dinamakan majlis adab dan gurunya disebut “muaddib” juga “mu’allim”.[3]

Adapun materi yang diajarkan untuk tingkat dewasa terdiri dari: ilmu Alquran, hadis, bahasa arab, kisah/sejarah, majelis fatwa dan lain-lain. Bagi kaum muslimin yang memang bukan asli bangsa arab, atau dengan kata lain bangsa-bangsa yang sudah ditaklukan dan sudah memeluk Islam, maka mereka lebih ditekankan untuk mempelajari bahasa arab, dengan tujuan agar mereka lebih mudah dalam mempelajari Alquran dan hadis yang merupakan dua sumber hukum Islam. Lebih dari itu, juga agar mereka bisa berkomunikasi dengan para penguasa sehingga bisa menduduki jabatan dalam pemerintahan.[4]

Untuk jadwal pelajaran yang berlaku ketika itu, dari waktu pagi sampai menjelang waktu dluha, mereka mempelajari Alquran. Setelah itu pembelajaran berlanjut dari waktu dluha sampai menjelang solat dzuhur dengan belajar menulis. Lalu mereka pulang untuk istirahat makan siang, dan kembali ke sekolah setelah solat dzuhur dengan mempelajari ilmu lain seperti bahasa arab, sejarah, syair, matematika dan lain-lain. Untuk hari libur pembelajaran yaitu di hari Jum’at dan hari raya idul fitri dan idul adha.

Metode Pengajaran

Metode pengajaran yang digunakan ketika itu salah satunya dan yang umum digunakan adalah metode talqin. Metode ini sangat berfokus pada seorang guru, dimana guru membacakan materi pelajaran lalu muridnya mengikuti apa yang diucapkan oleh gurunya dengan suara yang tinggi. Setelah itu berlanjut dengan menulis apa yang sudah diajarkan disebuah papan kecil yang dibawa oleh setiap murid. Sebetulnya metode masih ada dan dipraktekan di masa sekarang, terutama di daerah Afrika yang berpenduduk muslim, seperti Somalia, Ethiopia dan lain-lain.

  Metode lain yang dipakai adalah ceramah, dimana guru membacakan dan menjelaskan tentang materi yang diajarkan, sementara murid menyimak dengan baik apa yang disampaikan oleh gurunya. Ada juga metode imla atau dikte, guru mendiktekan materi pelajaran sementara murid menulis apa yang disampaikan oleh gurunya.



[1] Ali Muhammad As Sholabi, Ad Daulatu Umawiyyah, jilid 3, Beirut, (Darul Ma’rifah), hlm. 105.

[2] Ali Muhammad As Sholabi, Ad Daulatu Umawiyyah, jilid 1, Beirut, (Darul Ma’rifah), hlm.190.

[3] Taqiyuddin, Sejarah Pendidikan Islam dari akar sejarah Islam, Cirebon (CV. Pangger, 2016), hlm. 138.

[4] Yusliana Noor, Sejarah Timur Tengah (Asia Barat Daya), Yogyakarta (Penerbit Ombak, 2014) hlm. 135.

0 comments:

Posting Komentar

PENTINGNYA MENGENAL DAN MEMPELAJARI TENTANG RASULULLAH

  Seorang manusia ketika hidup di dunia ini, tentu dia akan dituntut untuk senantiasa belajar dan belajar, karena untuk mempertahankan eksis...