Di zaman sebelum Islam, bangsa arab tidak mengenal yang namanya penanggalan dengan angka sebagaimana hari ini kita menggunakannya. Tetapi mereka akan selalu mengingat peristiwa penting yang terjadi di tahun tersebut yang berkaitan dengan kaumnya, seperti peristiwa peperangan, atau bencana alam dan yang lainnya. Oleh karena itu, ketika seseorang ditanya tentang kapan dia lahir, maka dia akan mengaitkan tahun kelahirannya dengan peristiwa penting. Begitu pula dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW, Ibnu Abbas ra. mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW dilahirkan pada hari senin tanggal 12 bulan Rabiul awal tahun gajah bertepatan tahun 571 Masehi (lihat kitab Siroh nabawiyah Ibnu Hibban).
Lalu dia pun mengetahui bahwa ternyata bangsa arab telah memiliki tempat yang mereka agungkan dan setiap tahun diziarahi oleh mereka untuk melaksanakan ibadah haji. Ya benar, walaupun Nabi Muhammad belum diutus ditengah - tengah mereka, tapi bangsa arab sendiri telah mengenal ibadah haji, karena syariat haji telah diajarkan oleh Nabi Ibrahim, akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, tata caranya telah banyak yang berubah dan menyimpang dari ajaran Nabi Ibrahim. Melihat kenyataan itu, raja Abrahah pun bertekad untuk menghancurkan Ka'bah dengan pasukan gajahnya.
Ketika telah mendekati Mekah, Abrahah berhenti dan mempersiapkan pasukannya untuk kemudian menghancurkan Ka'bah. Di sisi lain, ternyata mereka pun merampas unta yang ada disekitar kota Mekah, dan ternyata unta - unta tersebut milik Abdul Muthallib (kakek Nabi Muhammad). Mengetahui hal itu, Abdul Muthallib pun mendatangi Abrahah dan mengutarakan permintaannya agar dia melepaskan untanya. Mendengar apa yang dikatakan oleh Abdul Muthallib, Abrahah pun merasa terkejut, dia berkata, "Aku datang ke rumah (untuk menghancurkannya) yang telah engkau jadikan sebagai agamamu dan agama nenek moyangmu, tapi engkau malah hanya meminta agar aku mengembalikan untamu!" Abdul Muthallib pun menjawab, "Aku adalah pemilik unta itu, adapun rumah itu (Ka'bah), maka pemiliknyalah yang akan menjaganya". Abrahah berkata, "Dia tidak akan mampu melindunginya". Abdul Muthallib berkata, "Terserah engkau dengan-Nya". Maka Abrahah pun mengabulkan permintaannya dan mengembalikan semua unta miliknya. Dia pun berpesan agar Abdul Muthallib menyampaikan kepada penduduk Mekah bahwa dia tidak akan menyerang mereka, maksud kedatangannya hanya ingin menghancurkan Ka'bah.
Abdul Muthallib pun kembali dan mengabarkan kepada penduduk Mekah agar mereka berlindung di atas bukit yang ada di sekitar Mekah. Keesokan harinya, Abrahah pun mulai bersiap-siap untuk bergerak masuk ke kota Mekah, akan tetapi tiba-tiba gajah yang mereka tunggangi tidak mau mengikuti perntahnya untuk maju, setiap kali pasukan abrahah memaksa gajah-gajahnya untuk maju, selalu menolak dan bahkan memalingkan wajahnya ke arah Yaman, seolah-olah mereka ingin kembali karena ada sesuatu yang ditakutinya dimana hal itu tidak dirasakan oleh manusia. Akan tetapi pasukan Abrahah terus memaksa gajah-gajah itu dengan memukuli kepalanya, dengan terpaksa gajah-gajah itu menuruti perintahnya.
Ketika itu Allah pun mengirimkan pasukannya yaitu burung yang berbondong-bondong dimana setiap seekor burung membawa tiga batu, dua dikakinya dan satu diparuhnya. Setelah mendekati pasukan Abrahah, batu-batu itupun dilepaskan dan tepat mengenai sasaran. Setiap pasukan yang terkena batu tersebut, dia pun akan hancur binasa. Melihat hal itu, Abrahah pun bersama pasukannya yang tersisa mundur dan kembali ke Yaman. Allah menimpakan penyakit kepada Abrahah sehingga setiap kali dia singgah di suatu tempat menuju ke Yaman, dia pun terjatuh, bahkan karena penyakitnya itu, ujung jarinya satu persatu mengeluarkan nanah dan terlepas dari tangannya. Setibanya dia di Yaman tak berapa lama kemudian dia pun mati dengan mengenaskan.
0 comments:
Posting Komentar